Rabu, 12 Februari 2020

Cerpen "Nazar"

                 LARAS hampir lupa kapan pertama kalinya kudis bersarang di tubuhnya.Yang diingatnya, kudis itu berawal dari gatal-gatal kecil dan kemudian berubah serupa pulau yang melebar. Pertama kali muncul di kaki lalu  merambat ke  tangan dan akhirnya ke seluruh tubuhnya. 
Setiap hari Dasimah,  ibunya, menyiapkan obat ramuan. Pada kudis-kudis kecil itu Dasimah menempelkan berbagai rupa ramuan. Tapi jangankan berkurang,  kudis itu malah semakin melebar.
                
                   Awalnya, Banta, Kakek Laras, mengantarkan Laras kesekolah. Menungguinya pulang sekolah. Dia ingin cucu semata wayangnya tetap bersekolah walaupun berkudis. 
Hingga suatu sore, tangis Banta pecah. Dia mengutuki keadaan  Laras. Bukan karena ia merasa lelah mengendong Laras ke sekolah dengan jarak bermil-mil jauhnya dan seringkali membuat nafasnya putus. Tapi, sore itu dia melihat kondisi Laras kian parah. Banta hanya bisa terisak menyaksikan tubuh mungil Laras berbalut daun pisang karena kulitnya tak dapat lagi disentuh, bahkan oleh kain. Lalu dia menjerit. Andai bisa, biarlah dia yang memikul penderitaan cucunya. 
                 
                Dasimah menghawatirkam keadaan Laras dengan sepenuh jiwa. Di wajahnya yang masih tersimpan  sisa kecantikan masa lalu, tetesanair matakerap mengalir tanpa jeda. Harta benda peninggalan mendiang suaminya pun telah habis dijual satu per satu membiayai pengobatan anaknya.
Malam itu ketika  hembusan  anginmelambaikan ilalang yang bertiup pelan dan warna hitam semakin pekat di kaki langit, Dasimah baru saja melaksanakan tahajud. Dasimah memeluk erat Laras dalam dekapannya. Tubuh mungil gadisnya itu kian kurus. Binar mata yang dulu begitu ceria kini begitu lesu. 

               Lingkar hitam di seputar bola matanya kian tampak membiru. Sesekali igauannya tendengar begitu pilu menahan kesakitan. Tetes embun bening mengalir meliuk-liuk mengalir di  pipinya. Dalam diam Dasimah  berdoa untuk kesembuhan Laras. Di angit titik-titikcahaya bintang mulai redup. 
“Sudah putus asakah engkau mengobati Laras?” Suara Abdul, suaminya, terdengar jelas ditelinganya. 
Dasimah  terkejut. Telah lama ia tak pernah lagi mendengar suara itu.  “Abang kan sudah meninggal?” 
Abdul  hanya diam menatap Dasimah dengan raut muka serius.
“Aku telah mengupayakan semampuku, Bang.Telah kami kunjungi tempat pengobatan terbaik. Telah kami datangi tabib-tabib yang disarankan setiap orang.”
“Itu salahku. Dulu aku pernah bernazar untuk anak kita.” 
“Nazar apa, Bang?” Dasimah mengernyitkan dahinya.
“Aku,” kata Abdul.”Bernazar, jika nanti kita mempunyai anak,aku sendiri yang akan menyembelihkan kambing aqiqahnya.” 
“Abang meninggal sebelum Laras lahir. Dan seingatku ayahlah yang menyembelih aqiqahnya.”Dasimah berusaha keras  mengingat kembali kenangan lima tahun lalu. 
“Ganti saja namanya menjadi Serungke.”
Tangisan Laras membuat Dasimah terjaga.  Dasimah tersadar bahwa ia baru saja terbangun dari mimpi. Mimpi bertemu Abdul, suaminya. Laras terdiam, sesaat beku.  Dasimah  memanggil-manggil  Abdul. Dasimah sadar, sejak suaminya meninggal karena tenggelam di samudera tak pernah sekalipun singgah di dalam mimpinya. 
                                                                       ***
                Langit tampak cerah. Banta sedang menikmati secangkir kopi yang masih menyisakan kepulan asap di pelataran halaman rumahnya. Kicau burung di sela-sela daun ilalang terdengar lebih nyaring dari biasanaya. Ia tak pernah lupa bersyukur di usianya yang telah senja, bagaimanapun ia masih bisa menyaksikan keceriaan cucunya. Merasakan kebahagiaan sebagai seorang kakek. Di halaman tampak Serungke dan seorang  anak lelaki kecil bermain dengan riang. Mereka berlari memperebutkan mainan yang terbuat dari pelepah pisang.

               Gadis  kecil itu kini bernama Serungke. Tak berselang lama setelah Dasimah bermimpi bertemu Abdul, ia mengadakan kanduri kecil  untuk mengubah nama Laras menjadi Serungke seperi isyarat mimpinya malam itu. Kudis-kudis itu pun mengecil dan akhirnya hilang tak berbekas.


Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Nazar, https://aceh.tribunnews.com/2014/09/14/nazar?page=2.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar