Jumat, 14 Februari 2020

Jelajah Mudah dan Murah Spot-Spot Wisata Sumedang dengan Tampomas




















         Jika Bandung punya Bandros (Bandung Tour on Bus) yaitu bus yang melayani wisatawan berkeliling  kota Bandung. Kini, Sumedang juga memiliki bus pariwisata yang sama. Bus ini melayani wisatawan untuk berkeliling kota Sumedang.  Namanya  “Tampomas”. Bus berwarna hijau dengan panjang kurang lebih 8 meter dan lebar 2 meter ini kini telah digunakan untuk menjelajahi sejumlah objek wisata  andalan di Kabupaten Sumedang. Tampomas ( Trans Moda Pariwisata Masyarakat kota Sumedang) diresmikan oleh Bupati Sumedang, Bapak Dony Ahmad Munir pada tanggal 29 Januari 2019.

Sumedang memiliki banyak destinasi wisata yang bisa dikunjungi. Panorama alam yang menakjubkan, udara yang sejuk dan beragam pesona lainnya menjadikan Sumedang  cocok untuk dijadikan sebagai tujuan wisata baik bersama teman ataupun keluarga.  Destinasi sejarah, situs budaya, spot dengan foto-foto kekinian juga banyak terdapat di Sumedang.

Kini, jika berkunjung ke Sumedang, para pelancong makin dimanjakan dan dimudahkan dengan hadirnya Bus Tampomas. Kehadiran Tampomas, sebagai bus pariwisata tentu saja sangat membantu wisatawan  yang  akan berkunjung ke Sumedang. Bus pariwisata ini dioperasikan oleh sopir yang handal, ditambah pemandu wisata yang bertugas memberikan penjelasan kepada wisatawan mengenai seputar sejarah-sejarah di tempat wisata yang dikunjungi.

Bus Tampomas di desain dengan interior dan eksterior yang berbeda dari bus biasa. Bus berwarna hijau ini sengaja dimodifikasikan untuk kenyamanan para pelancong. Dioperasikan dengan kecepatan rendah sehingga para wisatawan dapat dengan leluasa melihat seluruh pemandangan dan destinasi wisata selama rute perjalanan. Selama perjalanan dengan Tampomas, para pengunjung juga ditemani seorang pemandu wisata yang akan memberi penjelasan yang lengkap mengenai berbagai objek wisata sejarah yang dilalui oleh Tampomas.


                                                              Bus Tampomas

Sambil menikmati pemandangan kota Sumedang dengan bus wisata terbuka, wisatawan akan di bawa kesejumlah titik  wisata terbaik  di Sumedang.  Nah, kali ini saya akan mengulas titik-titik perjalanan apa saja yang akan dilalui oleh Tampomas.

1.      Taman Endog

Taman Endog merupakan salah satu ikon wisata Sumedang. Taman ini adalah titik  awal rute perjalanan Tampomas. Taman Endog  disebut juga taman telur dalam Bahasa Indonesia merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang berada di tengah-tengah kota Sumedang. Di tengah taman Endong terdapat bangunan tugu berbentuk telur raksasa yang diapit oleh dua buah telapak tangan sebagai penyangganya.

           Taman Endog berada di tengah-tengah kota Sumedang, tepatnya di JL Mayor Abdurrahman, Talun. Taman  ini dibangun pada tahun 1990 oleh pemerintah kabupaten Sumedang. Berada tepat di jantung Kota Sumedang, yaitu antara pertigaan Jl Sebelas April dan Jl Mayor Abdurrahman yang merupakan pusat perekonomian Sumedang.

        Menurut yang dibaca, monumen endog atau monument telur berasal wawacan Endog Sapatalang. Wawacan Endog Sapatalang berisi tentang zaman penciptaan. Zaman penciptaan tertulis dalam buku Cipaku wawacan Endog Sapatalong (yang berarti Cerita Telur Satu Rangkayan), menurut Ki Wangsa buku itu menjelaskan tentang proses penciptaan alam Semesta, mulai dari Tuhan menciptakan dunia dari cahaya, membentuk asap tebal menggumpal sampai mengeras menjadi dunia.

         Dunia ibarat telur yang pecah sebagian menjadi langit dan sebagian menjadi bumi, air nya disebut alam tirta, merahnya disebut alam Marcapada (yaitu alam dunia yang tampak), putih telurnya ibarat alam Mayapada (yaitu alam jin dan sejenisnya) selaput tipis pembungkus putih telur disebut alam wa’dah ghaib dan selaput paling tipis menempel ke kulit telur ibarat alam surya laya (atau alam Rahyang), dewa-dewi (alam malaikat versi islam), sedangkan telurnya ibarat alam hakekat yang tidak bisa diukur oleh akal pikiran manusia. 

             Tuhan yang  maha kuasa menciptakan alam semesta dari cahaya kemudian menjadi matahari, bulan, bintang, planet, galaxy dan dan yang lainnya. Setelah menciptakan alam semesta lalu menciptakan tumbuhan, hewan, dan manusia. Proses penciptaan alam semesta ini menurut wawacan Endog sapatalang dilakukan dalam waktu 15 hari 15 malam.

Taman Endog

2.       Alun-alun Sumedang

Rute selanjutnya perjalanan Tampomas adalah Alun-Alun Sumedang. Alun-alun Sumedang ini tempatnya paling strategis.  Letaknya dekat dengan mesjid Agung Sumedang.  Tepat di tengah-tengah alun-alun Sumedang terdapat monumen yang dinamakan monumen lingga. Ternyata, monumen Lingga merupakan  monumen yang dibuat untuk mengenang salah seorang pemimpin Sumedang yang meninggal di Mekah. Beliau adalah pangeran Aria Soeriaatmadja, atau orang Sumedang menyebutnya pangeran Makah. Beliau meninggal pada saat menjalankan haji pada tanggal 1 Juni 1921. Beliau adalah Bupati Sumedang pada tahun 1883-1919.

Monumen Lingga dibangun oleh Pangeran Siching dari Belanda pada tahun 1922 kemudian diresmikan oleh Gubenur jenderal Belanda saat itu Mr. Dirk Fock, yaitu pada tanggal 22 Juli 1922. Monumen yang menjadi landmark Kota Sumedang ini merupakan bangunan permanen. Bagian dasar bangunan ini berbentuk bujur sangkar dan dilengkapi dengan sejumlah anak tangga dan pagar disetiap sisinya. Sedangkan bangunan utamanya berupa kubus yang sedikit melengkung disetiap sudut bagian atasnya.

Alun-Alun Sumedang

3.      Museum Prabu Geusan Ulun

Rute bus Tampomas selanjutnya adalah Museum Prabu Geusan. Museum ini terletak di tengah kota Sumedang,  sekitar 50 meter dari Alun-alun kesebelah Selatan, berdampingan dengan Gedung Bengkok atau Gedung Negara dan berhadapan dengan Gedung-gedung Pemerintah. Museum Prabu Geusan Ulun  dikelilingi tembok sepanjang kompleks pemerintahan. Museum ini memiliki luas sekitar 1,8 hektar , dibangun pada 16 Agustus 1797.

Di museum Prabu Geusan Ulun, pengunjung akan menemukan berbagai benda pustaka dan senjata peninggalan kerajaan. Benda yang paling menarik yaitu mahkota Binokasih. Mahkota ini merupakan mahkota yang diberikan kerajaan Pajajaran kepada Prabu Geusan Ulun. Terdapat senjata pustakan kerajaan Sumedang Larang seperti keris, kujang, tombak dan meriam kecil. Senjata ini digunakan kerajaan Sumedang Larang  saat pertempuran melawan VOC dan kerajaan nusantara. 

 Museum Prabu Geusan Ulun

 4.      Makam Cut Nyak Dhien

Siapa yang tidak kenal dengan Cut Nyak Dhien. Pahlawan asal Aceh ini ternyata di akhir masa hidupnya banyak menghabiskan waktunya di Sumedang dari pada di tanah kelahirannya.  Hal ini dikarenakan Cut Nyak Dhien pada masa itu ditangkap oleh Belanda.

 Atas permintaannya,  Ia diasingkan ke Sumedang. Cut Nyak Dhien dimakamkan di komplek pemakaman Pangeran Sumedang di Gunung Puyuh, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan. Tepatnya di area pemakaman keluarga Ibu Rd. Siti Hodidjah.

Cut Nyak Dhien adalah seorang hafidz Quran dan sangat pasih berbahasa Arab, karena itu pemerintah Sumedang menitipkanya pada H. Sanusi. H. Sanuni adalah seorang ulama terekenal di Sumedang pada saat itu. Dalam pengasingannya sejak tahun 1901, Cut Nyak Dhien dijuluki dengan nama "Ibu Perbu" yang artinya Ibu Suci, karena kepandaiannya dalam ajaran Agama Islam yang sangat dalam. 

Nama itu diberikan agar Cut Nyak Dhien tidak dapat ditemukan jejaknya oleh Belanda. Hingga padat anggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal dunia dan dimakamkan di area pemakaman keluarga H. Sanusi, karena ia  telah dianggap sebagai anggota keluarga mereka. 

Awalnya, Cut Nyak Dhien dimakamkan seperti biasa saja, tak ada yang istimewa. Dengan bentuk kuburan yang biasa pula. Hal itu karena identitasnya yang dirahasiakan dari penjajah Belanda. Namun, ketika pada tahun 1959, Gubernur Aceh pada waktu itu Ali Hasan menemukan jejak makam Cut Nyak Dhien. Maka pada tahun 1987, makam Cut Nyak Dhien pun dipugar, yang sekelilingnya dipagari dengan pagar besi yang ditanam bersama beton dengan luas 1500 m2. Di belakang  makam Cut Nyak Dhien terdapat mushola.

Makam Cut Nyak Dhien

Pada batu nisan Cut Nyak Dhien nampak istimewa, berbeda dengan makam yang lainnya. Terdapat tulisan bahasa arab, Q. S. At-Taubah dan Al-Fajr, tertulis juga riwayat hidupnya dan hikayat cerita Aceh.

5.       Tahura  Gunung Kunci

Kawasan wisata Tahura (taman hutan raya) juga menjadi rute Tampomas selanjutnya. Kawasan wisata yang berada di jalan Pangeran Sugih, kecamatan Sumedang Selatan atau tepatnya di jalan lintas Bandung-Cirebon  ini adalah salah satu objek wisata alam, budaya, sejarah dan edukasi. Kawasan Gunung Kunci seluas 3,67 hektar sebagai Taman Hutan Raya (Tahura) bersama-sama dengan kawasan Gunung Palasari yang luasnya 31,22 hektar. Letak kedua tempat tersebut berdampingan, hanya dipisahkan oleh jalan raya.

Objek wisata Tahura merupakan tempat wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun wisatawan asing karena Tahura  Gunung Kunci memiliki pemandangan alam yang indah dan sejuk. Disini terdapat cagar budaya berupa benteng pertahanan peninggalan zaman kolonial Belanda. Di dalam benteng ini terdapat beberapa gua Belanda yang sangat cocok dikunjungi sebagai wisata sejarah bagi para pengunjung.

Tahura Gunung Kunci

6. Tampomas Green Park di Cimalaka

Tampomas Green Park adalah tujuan terakhir rute Tampomas. Lokasinya terletak di Kawasan Cipanteneun Desa Licin kecamatan Cimalaka. Awalnya, Tampomas Green Park bernama Wana Wisata Cipanteneun.  Tampomas Green Park adalah spot wisata alam dengan konsep kekinian. Di area Tampomas Green Park terdapat Kawasan kolam renang yang di desain bukan hanya untuk arena bermain air, tetapi juga disediakan area kuliner dan tempat selfie.

Kolam renang bagian utara memiliki kedalaman yang tidak terlalu dalam dan bisa digunakan sebagai tempat berenang atau bermain air bagi pengunjung dari anak-anak sampai orang dewasa. Di sini tersedia juga perahu gowes yang bisa digunakan oleh anak-anak bermain di kolam ini.

Tampomas Green Park

Kolam yang  memiliki kedalaman sampai dengan dua meter terdapat di bagian Selatan Sehingga bisa digunakan oleh orang dewasa atau pengunjung yang sudah mahir berenang. Kolam renang ini dilengkapi dengan ayunan dan papan panjat tebing di tepinya. Ayunan atau Giant Swing bisa digunakan oleh pengunjung yang ingin melompat ke kolam renang ini dengan mendapatkan daya dorong tambahan (terlempar ke kolam renang). Kemudian wahana panjat tebing bisa digunakan sebagai tempat untuk melompat ke kolam renang dari ketinggian setelah sebelumnya memanjat papan panjat tebing ini. Ketinggian maksimalnya panjat tebing ini empat meter.

Di bagian Timur, ada  wahana Underwater Park atau Taman Bawah Air. Kolam renang ini di dalamnya dilengkapi dengan kursi, sepeda motor (vespa) dan sepeda. Sehingga bagi pengunjung yang ingin berfoto atau selfi di bawah air, bisa menggunakan wahana kolam ini.

Di Tampomas Green Park juga terdapat banyak wahana outbound dengan konsep high rope atau ketinggian bisa dicoba oleh pengunjung Tampomas Green Park diantaranya adalah Flying Fox, Bridge, Spider Web, Sepeda Gantung (Zip Bike), Ayunan Langit (Sky Swing), Motor ATV atau Trail, Tramboline, Hammock dan Area Perkemahan. Wahana ini ada yang diperuntukan untuk anak-anak dan ada juga yang diperuntukan untuk pengunjung dewasa, atau bisa juga tidak tergantung usia. Wahana outbound ini umumnya menggunakan media pepohonan yang tumbuh di area puncak bukit.

Bagi pengunjung yang ingin mencoba adrenalin atau menguji keberanian, bisa mencoba wahana flying fox yang bisa diikuti oleh dewasa maupun anak. Atau bisa juga mencoba mengayuh sepeda di atas seutas tali berupa sepeda gantung. Bagi keluarga yang ingin mencoba suasana berkemah di bawah rindangnya pepohonan bisa masuk ke area camping yang dilengkapi dengan tenda dan peralatan kemping. Atau bagi orang tua yang ingin mengajak bermain anak-anaknya bisa mencoba wahana Motor ATV atau Tramboline.

Di Tampomas Green Park terdapat sarang burung besar yang berada di atas pepohonan yang bisa memuat beberapa orang di dalamnya. Kemudian ada lagi sangkar burung yang berada di tengah area taman bunga, roop top yang berada di atas pepohonan dan area bebas lainnya. Bagi penyuka foto selfie bisa menikmati fasilitas ini.

Nah, bagi kamu yang berencana untuk berwisata ke Sumedang, Jangan ragu. Kini berwisata ke Sumedang akan terasa mudah dan nyaman bersama bus Tampomas. Dengan merogoh biaya antara Rp 15.000 atau Rp 20.000 kita sudah bias mengunjungi spot-spot andalan wisata keren di Sumedang. Mari, bekunjung dan berwisata ke Sumedang.

Sumber rujukan:


Rabu, 12 Februari 2020

Cerpen "Nazar"

                 LARAS hampir lupa kapan pertama kalinya kudis bersarang di tubuhnya.Yang diingatnya, kudis itu berawal dari gatal-gatal kecil dan kemudian berubah serupa pulau yang melebar. Pertama kali muncul di kaki lalu  merambat ke  tangan dan akhirnya ke seluruh tubuhnya. 
Setiap hari Dasimah,  ibunya, menyiapkan obat ramuan. Pada kudis-kudis kecil itu Dasimah menempelkan berbagai rupa ramuan. Tapi jangankan berkurang,  kudis itu malah semakin melebar.
                
                   Awalnya, Banta, Kakek Laras, mengantarkan Laras kesekolah. Menungguinya pulang sekolah. Dia ingin cucu semata wayangnya tetap bersekolah walaupun berkudis. 
Hingga suatu sore, tangis Banta pecah. Dia mengutuki keadaan  Laras. Bukan karena ia merasa lelah mengendong Laras ke sekolah dengan jarak bermil-mil jauhnya dan seringkali membuat nafasnya putus. Tapi, sore itu dia melihat kondisi Laras kian parah. Banta hanya bisa terisak menyaksikan tubuh mungil Laras berbalut daun pisang karena kulitnya tak dapat lagi disentuh, bahkan oleh kain. Lalu dia menjerit. Andai bisa, biarlah dia yang memikul penderitaan cucunya. 
                 
                Dasimah menghawatirkam keadaan Laras dengan sepenuh jiwa. Di wajahnya yang masih tersimpan  sisa kecantikan masa lalu, tetesanair matakerap mengalir tanpa jeda. Harta benda peninggalan mendiang suaminya pun telah habis dijual satu per satu membiayai pengobatan anaknya.
Malam itu ketika  hembusan  anginmelambaikan ilalang yang bertiup pelan dan warna hitam semakin pekat di kaki langit, Dasimah baru saja melaksanakan tahajud. Dasimah memeluk erat Laras dalam dekapannya. Tubuh mungil gadisnya itu kian kurus. Binar mata yang dulu begitu ceria kini begitu lesu. 

               Lingkar hitam di seputar bola matanya kian tampak membiru. Sesekali igauannya tendengar begitu pilu menahan kesakitan. Tetes embun bening mengalir meliuk-liuk mengalir di  pipinya. Dalam diam Dasimah  berdoa untuk kesembuhan Laras. Di angit titik-titikcahaya bintang mulai redup. 
“Sudah putus asakah engkau mengobati Laras?” Suara Abdul, suaminya, terdengar jelas ditelinganya. 
Dasimah  terkejut. Telah lama ia tak pernah lagi mendengar suara itu.  “Abang kan sudah meninggal?” 
Abdul  hanya diam menatap Dasimah dengan raut muka serius.
“Aku telah mengupayakan semampuku, Bang.Telah kami kunjungi tempat pengobatan terbaik. Telah kami datangi tabib-tabib yang disarankan setiap orang.”
“Itu salahku. Dulu aku pernah bernazar untuk anak kita.” 
“Nazar apa, Bang?” Dasimah mengernyitkan dahinya.
“Aku,” kata Abdul.”Bernazar, jika nanti kita mempunyai anak,aku sendiri yang akan menyembelihkan kambing aqiqahnya.” 
“Abang meninggal sebelum Laras lahir. Dan seingatku ayahlah yang menyembelih aqiqahnya.”Dasimah berusaha keras  mengingat kembali kenangan lima tahun lalu. 
“Ganti saja namanya menjadi Serungke.”
Tangisan Laras membuat Dasimah terjaga.  Dasimah tersadar bahwa ia baru saja terbangun dari mimpi. Mimpi bertemu Abdul, suaminya. Laras terdiam, sesaat beku.  Dasimah  memanggil-manggil  Abdul. Dasimah sadar, sejak suaminya meninggal karena tenggelam di samudera tak pernah sekalipun singgah di dalam mimpinya. 
                                                                       ***
                Langit tampak cerah. Banta sedang menikmati secangkir kopi yang masih menyisakan kepulan asap di pelataran halaman rumahnya. Kicau burung di sela-sela daun ilalang terdengar lebih nyaring dari biasanaya. Ia tak pernah lupa bersyukur di usianya yang telah senja, bagaimanapun ia masih bisa menyaksikan keceriaan cucunya. Merasakan kebahagiaan sebagai seorang kakek. Di halaman tampak Serungke dan seorang  anak lelaki kecil bermain dengan riang. Mereka berlari memperebutkan mainan yang terbuat dari pelepah pisang.

               Gadis  kecil itu kini bernama Serungke. Tak berselang lama setelah Dasimah bermimpi bertemu Abdul, ia mengadakan kanduri kecil  untuk mengubah nama Laras menjadi Serungke seperi isyarat mimpinya malam itu. Kudis-kudis itu pun mengecil dan akhirnya hilang tak berbekas.


Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Nazar, https://aceh.tribunnews.com/2014/09/14/nazar?page=2.







Senin, 10 Februari 2020

Cepen "Doa Selepas Senja"

SENJA kian berwarna keemasan. Langit di sudut pegunungan Birah Panyang menampakkan warna jingga  yang berbatasan  tepat dengan Danau Laut Tawar. Malam akan menjemput senja sesaat lagi. Perlahan tapi pasti, alam akan berotasi. Malam akan menebarkan pesonanya lewat remang di dalam kesunyian malam. Malam kian larut, di salah satu sudut desa Toweren, di sebuah rumah kecil setengah permanen. Diterangi lampu dengan daya rendah, seorang perempuan muda  duduk berselonjor di atas ranjang tua, sembari dengan sabar menanti anaknya pulang mengaji dari mesjid di seberang jalan.
Rubayah namanya, ibu muda yang mempunyai seorang putra. Walau keseharian pekerjaannya hanya bersawah, tapi aura kecantikan Rubayah tidak pudar meskipun sinar matahari menyengat seluruh pori-pori kulitnya. Hidungnya mancung, khas keturunan Padang. Semakin menambah lekat mata jika memandangnya, ditambah dengan bulat matanya yang bundar semakin menjadi pelengkap kecantikannya. Rubayah adalah gadis tercantik yang ada di desa itu, ayahnya putra asli kelahiran Toweren tempat tinggalnya saat ini dan ibunya seorang perempuan keturunan Minang.
Takdir menghantarnya menjadi seorang perempuan yang statusnya dipermainkan nasib. Jika tetangga dan kerabat dekatnya berpendapat, statusnya sudahlah pasti janda ditinggal mati suami karena korban konflik. Namun secara naluri, Rubaya masih selalu meyakini bahwa suatu saat nanti suaminya pasti akan kembali.
Sepuluh Tahun sudah berlalu. Kasim, suaminya.  Tak pulang semenjak penyisiran dilakukan di kampungnya oleh orang tak dikenal. Bahkan satu kabarpun tak ada yang berani menberitahukan dengan pasti di mana Kasim berada. Dikatakan telah meninggal, tak ada satu orang pun yang bisa menunjukkan di mana  kubur atau jenazahnya. Di katakan masih hidup tapi entah dimana keberadaanya.
Kasim menikahi Rubayah, saat umurnya belum lagi genap sembilan belas tahun. Kasim telah lama menaruh hati pada perempuan itu. Sebagai seorang gadis miskin yang tak lagi berayah dan beribu, dengan hati yang bahagia dan tak bisa terlukisakan dengan kata Rubayah menerima lamaran Kasim, yang ternyata dalam diam juga dicintainya. Usia Kasim lima tahun lebih tua, dibandingkan Rubayah kala itu.
Masih terngiang  di ingatan Rubayah. Selepas shalat magrib berjamaah, dengan paksa Kasim dibawa oleh sekelompak orang bertopeng yang tak dia kenali. Orang-orang itu seolah tuli sehingga tak mendengar tangisan Rubayah memohon, meminta, dan merintih agar jangan membawa pergi suaminya. Mereka seakan tak mau tahu bahwa selain Kasim tak ada lagi yang perempuan itu punya di dunia ini.
Rubayah tak akan bisa memahami, apa penyebab sehingga  suaminya menjadi salah satu orang yang termasuk dalam daftar pencarian. Rubayah hanya memahami, suaminya hanyalah seorang petani yang kesehariannya mengerjakan sawah peninggalan orang tuanya dan saat sore mencari ikan di Danau Laut Tawar sebagai tambahan agar asap di dapurnya tetap mengepul. Namun, dari segelintir orang-orang dia mendengar bahwa Kasim adalah salah satu korban fitnah yang disampaikan cuak kepada orang-orang bertopeng  yang membawa pergi Kasim lepas magrib kala itu.
***
Tuhan…
Walau dalam pelukan mimpi
Aku masih berharap
Bisa bertemu dengan kepingan hatiku
Tuhan…
Harap ku masih besar
Anakku bisa merasakan
Kasih sayang seorang ayah
Yang  akan menggandeng 
Dengan lembut tangan kecilnya
Menuju rumah-Mu
Menghadap-Mu
Dan senatiasa mecari Ridha-Mu
Di dalam mahligai keluarga
Yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Sebulan setelah Kasim menghilang, Rubayah merasa hidupnya pun ikut menghilang bersama orang-orang bertopeng yang membawa Kasim pergi malam itu. Tak nampak binar gairah kehidupan di mata cekungnya. Sepanjang waktu, Perempuan itu hanya bisa menangis dan meratapi nasib suaminya. Orang bertopeng itu telah merenggut setengah dari kehidupannya. Sehingga akhirnya, binar gairah itu kembali sedikit bersinar saat Rubayah mengetahui bahwa dirinya tengah berbadan dua. Buah cintanya dan  Kasim yang telah lama mereka nantikan. Ingin rasanya saat itu dia memeluk Kasim dan mengabarkan berita gembira ini, tapi sayang sungguh takdir tak sedikitpun memperbolehkan Kasim tahu bahwa tak lama lagi dia akan menjadi seorang ayah, pun dalam bisikan angin.
Senjalah menjadi saksi, di saat langit tampak berwarna kemerahan di ujung Danau Laut Tawar. Rubayah tengah bertarung dengan nyawa melahirkan anaknya. Sembari menahan sakit, Rubayah hanya bisa menghadirkan bayang Kasim di sisinya. Lewat khayalannya, Rubayah dapat merasakan bagaimana kebahagiaan Kasim tak terperi saat mengetahui dia telah memiliki seorang putra. Impian yang telah lama dilantunkannya dalam bait alunan doa di setiap shalatnya selepas senja, agar Tuhan memberikannya amanah dan kesempatan untuk dapat menjadi seorang ayah.
Kini, Sepuluh tahun telah berlalu, Kasim pergi. Dengan suka cita Rubayah membesarkan putranya sendiri. Banyak sudah lelaki yang meminangnya, tapi dengan lembut dia menolaknya. Keyakinannya begitu kuat Kasim akan kembali. Tak pernah bosan dan lupa Rubayah selalu berdoa dan memohon kepada sang Khalik,  bersama putra kecilnya selepas shalat sesudah senja semoga suatu saat orang-orang bertopeng itu mengembalikan Kasim dengan lembut kepadanya dan juga putra kecilnya.

Sabtu, 08 Februari 2020

Artikel "Putra Daerah"

KEBIJAKAN Pemerintah  kabupaten  Aceh Jaya untuk mengutamakan putra daerah  dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) telah mencapai tahap final. Kebijakan pemerintah setempat menolak pendaftar dari luar Aceh Jaya juga tidak terlepas dari kenyataan bahwa selama ini banyak calon pegawai negeri sipil asal luar daerah yang lulus menjadi PNS di Aceh Jaya, setelah beberapa bulan bertugas langsung minta pindah ke daerah asalnya. (Serambi,  Minggu 29 September 2013).
Menyikapi berita kontroversi tentang tidak diterimanya pendaftar yang bukan putra daerah asli,  di klaim banyak merugikan CPNS yang berminat untuk mendaftar  dari kabupaten yang lain. Opini-opini yang menentang kebijakan pemerintah setempat juga mulai bergulir. Namun, pemerintah setempat pun tetap bertahan pada kebijakan yang dibuat lantaran banyaknya CPNS yang telah diangkat menjadi PNS di kabupaten tersebut mengajukan pindah tugas ke daerah lain.
Secara harfiah, putra daerah adalah seseorang yang garis keturunannya murni di daerah tempat ia dilahirkan.  Eep Saefullah Fathan dalam satu tulisannya,  mengklasifikasikan pengertian putra daerah menjadi  4 kategori : yaitu putra daerah genealogis, putra daerah  politik, putra daerah  ekonomi, dan putra daerah sosiologis.
Putra daerah genealogia adalah mereka yang sekadar memiliki kaitan darah dengan daerah itu tetapi tidak menetap dan di daerah kelahirannya itu. Putra daerah genealogis terbelah lagi ke dalam dua kategori: Mereka yang kebetulan dilahirkan di daerah bersangkutan dari (salah satu atau kedua) orang tua yang juga berasal daerah tersebut, dan mereka yang tidak dilahirkan di daerah tersebut tapi memiliki orang tua yang berasal dari daerah bersangkutan.
Putra daerah politik adalah putra daerah genealogis yang memiliki kaitan politik dengan daerah itu. Misalnya: Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah tertentu yang sebelumnya tak punya kiprah politik dan ekonomi di daerah tersebut atau Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat yang oleh partainya ditempatkan sebagai kandidat dari daerah yang memiliki kaitan genealogis dengannya.
Putra daerah ekonomi adalah putra daerah genealogis yang karena kapasitas ekonominya kemudian memiliki kaitan dengan daerah asalnya melalui kegiatan investasi atau jaringan bisnis di daerah asalnya. Dalam konteks sistem politik dan ekonomi Indonesia, putra daerah politik dan ekonomi ini biasanya hanya berhubungan dengan daerah asalnya secara pragmatis belaka.
Putra daerah sosiologis adalah  mereka yang bukan saja memiliki keterkaitan genealogis dengan daerah asalnya tetapi juga hidup, tumbuh dan besar serta berinteraksi dengan masyarakat di daerah itu. Mereka sungguh-sungguh menjadi bagian sosiologis dari masyarakat daerahnya.
Dari uraian singkat Eep Saefullah Fathan diatas, dapat disimpulakan bahwa dari empat klasifikasi putra daerah, tidak semua memiliki motif yang sama terhadap daerahnya. Ada yang memberdayakan daerah untuk menguntungkan dirinya sendiri, ada pula yang menguntungkan kedua belah pihak, dirinya dan daerahnya sendiri.
Sebenarnya, peran putra daerah tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Pembangunan mental dan pikiran putra daerah harus dipersiapkan secara matang dan sistematis baik itu oleh keluarga maupun pemerintah daerah itu sendiri agar mampu menjadi bagian sosiologis masyarakat sekitarnya. Adanya program-program pembangunan sumber daya manusia yang baik, dapat menjadikan putra daerah sebagai aset strategis  tuan rumah di daerahnya sendiri.
Di daerah-daerah tertentu, khususnya Takengon, kenyataan yang sering didapatkan adalah kecendrungan fenomena putra daerah yang berpotensi, mempunyai pemikiran cemerlang, dan enerjik lebih memilih  bermigrasi dan mendedikasikan ilmunya diluar daerahnya. Sebagian dari putra daerah itu berargumen ingin mengembangkan karir diluar daerah tempat kelahirnya. Dan disaat putra daerah tersebut telah sukses dan berhasil di daerah lain, maka keengganan kembali pulang untuk membangun kampung halaman tidak dapat lagi terelakkan.
Kewajiban seorang putra daerah untuk membangun daerahnya adalah hal yang mutlak dalam setiap aspek kehidupan. Seorang putra daerah di dalam hatinya yang terdalam pastinya  memiliki rasa tanggung jawab yang lebih luas terhadap perkembangan daerahnya agar menjadi lebih baik dan maju. Kita ambil contoh, Jepang merupakan salah satu negara yang sukses memberdayakan potensi putra daerahnya. Setelah usai peperangan yang meluluh lantakan negara itu, Jepang langsung  melakukan sebuah terobosan untuk mengirimkan pemuda-pemuda terbaik mereka ke negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa untuk mencari ilmu dan membangun komitmen mereka untuk kembali ke daerah asalnya. Dan, Kenyataan yang bisa kita lihat saat ini adalah berkat pemuda-pemuda terpilih tersebut Jepang cepat bangkit dari keterpurukan akibat perang. Dan sekarang ini kita dapat saksikan Industri elektronik dan otomotif Jepang  hampir sama hebatnya dengan industri elektronik dan otomotif  yang ada di Eropa. Bahkan di Indonesia, produk Jepang lebih mendominasi dari pada produk Amerika atau Eropa.
Berpulang kepada tepat atau tidaknya kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah tertentu yang lebih memprioritaskan putra daerah sebagai CPNS yang akan diterima sebagai Pegawai yang menempati berbagai bidang ilmu di jajaran pemerintahnya. Sesungguhnya tersirat suatu dogma bahwa jika potensial putra daerah diberdayakan  secara baik  dan tepat sasaran, maka percepatan pembangunan daerah pun dapat terlaksana dengan baik. Sehingga putra daerah yang terpilih nantinya dapat menjadi pilar-pilar pembangun daerah bahkan pembangunan bangsa di masa depan.

Cerpen Berjudul Pilihan

Malam kian  larut, jam berdendang  sebanyak dua kali. Petanda  saat ini tepat pukul dua malam. Udara dingin menembus pori-pori tubuhku. Tak tahu mengapa,  malam ini aku sulit untuk memejamkan mata. Padahal tubuhku membutuhkan istirahat banyak setelah seharian beraktifitas. Aku menatap ruang tengah. Nampak lampu tengah menyala dengan terangnya. “ah, siapakan jam segini belum tidur?”pikirku.
Aku melihat ibu sedang  menghafal sesuatu berulang-ulang. Mulutnya berkomat-kamit. Matanya tertutup menandakan begitu sungguhnya ibu menghayati hafalanya. Ditangan ibu, tampak olehku buku saku kecil panduan haji yang diberikan makcik Romlah, dua bulan lalu, saat kami mengunjungi makcik dan pakcik yang baru pulang menjalankan ibadah haji.
Sangat jelas diingatanku, ada bulir bening air mata disudut kelopak tua mata ibu saat menerima buku kecil panduan haji dari adik bungsunya itu.  Buku yang berisi tentang arahan perjalanan selama berhaji beserta doa-doa apa yang dibacakan. Ibu menciumi dan memeluk buku itu, menandakan bahagia rasa hati yang tak terkira. “kakak pelajari saja dulu doa-doa rukun hajinya, InsyaAllah jika memang sudah sampai panggilanNya, dari manapun  asal rejekinya pastilah kakak juga akan sampai disana”ucap makcik Romlah kala itu. Semenjak itulah semangat ibu seakan terpupuk untuk bisa berangkat menunaikan ibadah haji. Bahkan  aku pernah mendapati ibu tidur sambil memeluk buku kecil itu.
Cut Siti Nakiyah namanya.  Gadis berdarah Aceh yang kukenal saat kami sama -sama menimba ilmu di pesantren Al-Azhar, Bireun. Siti Nakiyah adalah gadis yang pintar. Kami sering bertemu lantaran kami sama-sama murid yang berprestasi di pesantren ini. Sehingga, dibeberapa pertandingan cerdas cermat antar kabupaten ataupun debat siswa, Siti Nakiah sering disandingkan denganku.
Sejak itulah perasaan cinta telah tumbuh diantara kami, akarnya perlahan tapi pasti telah tertanam kuat dihati kami masing-masing. Tutur kata yang sopan, tingkah laku yang santun membuatnya mendapat nilai lebih di hatiku. Hingga akhirnya, setelah kami sama-sama telah menamatkan pendidikan di pesantren Al-Azhar. Siti memilih melanjutkan pendidikan kedokteran di Jogja, sedangkan aku melanjutka pendidikan  di Ibu kota provinsi. Dan semenjak itu kami tak pernah lagi berkomunikasi. Hingga disuatu hari, Takdir mempertemukan aku dan Siti di suatu acara seminar kesehatan. Perasaan cinta yang telah lama ada dihati kini muncul kembali kepermukaan dengan sendirinya.
Cut Siti Nakiyah adalah seorang putri dari keluarga terhormat. Ayahnya keturunan  bangsawan, begitu juga ibunya. Orang tua Siti kurang menyetujui hubungan kami dikarenakan aku bukanlah keturunan ‘Teuku’. Sehingga, jikalau takdir menjodohkan kami. Sudah pastilah gelar ‘Cut’ atau ‘Teuku’ tidak bisa terwakilkan kepada  cucu-cucu mereka.
Namun, keteguhan Siti untuk menjadi pendampingku membuat luluh hati kedua orang tuanya. Mereka, mengizinkan aku untuk menikahi putrinya dengan persyaratan memenuhi beberapa permintaan orang tuanya .  Jumlah mahar yang telah ditentukan.  Syarat ini sengaja dibuat oleh orang tua Siti, Untuk melihat seberapa besar perjuanganku untuk mempersunting Siti, anak semata wayang mereka.
“Bang, sanggupkah nantinya abang memenuhi persyaratan itu?”isak Siti di suatu sore.
“Taukah dinda? jika doa bisa meubah takdir? Nabi Muhammad pernah bersabda: Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa. Jadi selama kita tetap berusaha dan berdoa , InsyaAllah pasti akan dimudahkan” kataku meyakinkannya saat itu.
****
Hasil jerih  payah ku menabung untuk mengumpulkan mahar guna mempersunting Siti kini telah hampir mencukupi.  Jumlah nominal yang hampir  mendekati biaya untuk memberangkatkan  ibu ke tanah suci. Mengingat keinginan ibu untuk dapat segera menunaikan ibadah haji di umur yang telah mulai senja membuat hatiku terpanggil untuk  segera mendaftarkan ibu sebagai bukti baktiku sebagai seorang anak. Tapi, mengingat Cut Siti Nakiah sang pujaan hati yang dengan tulus menantiku dan memperjuangku di hadapan orang tuanya sungguh sangat membuatku kian ragu menetapkan pikiran.
Malam ini, tepat di sepertiga malam kubasuh mukaku untuk berwudhu, tak ada tempat lain untukku mengadu selain kepadaNya. Dengan berharap petunjuk yang baik atas semua pilihan kulakukan shalat istikharah dengan khidmat .
ya Allah…
Benang ini begitu kusut dalam penglihatanku…
Sampai-sampai tak tahu d
imana hujungnya…
hendak ku lerai, tapi gulungan bertambah tebal…
hendak ku putus, aku takut memendekkannya…
bilakah ada yg bisa kulakukan di antara ke 2 nya
?
Setelah shalat selesai  aku tidur sejenak berharap Tuhan akan menunjukan pilihan yang terbaik antara kedua pilihan berat ini,  mendaftarkan ibu berangkat haji ataukah melamar pujaan hati Cut Siti Nakiyah.

Cerpen Memori Jembatan Bale

HUJAN sore tadi masih menyisakan genangan air  di jembatan Bale. Awan yang sedari pagi tadi berwarna hitam, kini tampak lebih cerah. Tak terasa telah dua hari aku berada di sini. Takengon, kampung halaman yang telah kutinggal pergi lebih dari lima belas tahun lamanya. Pemandangan Takengon telah banyak berubah. Perubahannya hampir merata disemua sektor. Baik sektor Pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan yang sangat menarik perhatianku adalah perubahan drastis pinggiran danau yang berada tepat di bawah jembatan tempatku berdiri saat ini.
Sembilan  Belas Tahun yang Lalu..
Jembatan itu adalah jembatan kebanggan kami, tempat kami beradu saing, siapakah yang memiliki laju terkuat dalam kompetensi terjun bebas secara adat ke Danau laut Tawar. Bermodal celana bola bekas yang dibagikan secara gratis oleh kepala desa saat bertanding bola antar kampung tahun lalu, kami mulai mengadu adrenalin. Tak hanya masalah laju siapa yang paling cepat.  Tapi, poin penilaian tertinggi  juga terletak pada siapakah yang paling banyak mengumpulkan koin yang dilemparkan bersamaan dengan peserta yang meloncat dari sisi pagar pengaman jembatan.
“suit.suit.”peluit alami ala Ucak membuat kami paham bahwa lomba melompat sekaligus  menyelam telah dimulai. Dengan cekatan para peserta yang terdiri atas aku, Junaidi, Iwan dan wen melompat indah dengan gaya alami masing-masing ke Danau Laut Tawar, tampak sekilas kilau koin yang tadi dilemparkan oleh Ucak menari-nari ke dasar Danau Laut Tawar yang jernih dan berwarna biru.
“Yes!!!.”Bathinku.
Hanya ‘yes dan no’ saja yang baru kupahami dari  Pelajaran asing yang baru saja diterapkan di kurikulum baru  sekolahku. Sembari mengamalkan petuah  Ibu Wardiani , guru bahasa inggris kami, agar sering-sering menggunakan kosa kata bahasa Inggris di mana pun berada  agar  lebih lancar, karena bahasa Inggris lain baca lain tulis. Alhasil sembari menyelam pun kutunaikan juga pesan guru ku itu.
Dua koin pecahan Rp 25 berhasil kuraih sebelum aku berenang kepermukaan guna menghirup oksigen yang telah berkurang di paru-paruku. Tampak Junaidi dan Iwan juga melakukan hal  yang sama. Tak berselang lama, kami kembali menyelami  dasar danau guna mencari koin-koin yang tersisa. Dua, tiga, empat kali ritual muncul  tenggelam ala putri duyung di film kartun kesayanganku.   Akhirnya kami berempat  berhasil mengumpulkan semua koin yang  tadi dilemparkan.
“Kau dapat berapa Genali?Iwan melirikku dengan penuh selidik.
“Delapan, Kau dapat berapa”
“Sembilan,  Junaidi dapat tujuh, dan Wen mendapat enam koin”
“Dan jumlah koin nya pas tiga puluh buah, dan pemenang kali ini adalah Iwan Gayo”Suara ucak memberi pengumuman.
“Beri tepuk tangan untuk Iwan.  prok..prok…” kata Jun sambil ikut pula bertepuk keras merayakan kemenangan Iwan untuk pertama kalinya.
Dan, seperti kebiasaaan kami setelah selesai berlaga. Kami akan berkumpul bersama guna menyimpan koin-koin pecahan Rp 25 di suatu tempat rahasia yang hanya kami berlima yang mengetahui. Karena sesuai hasil kesepakatan yang kami adakan di samping menasah PI  kampung Bale, beberapa bulan lalu. Diputuskan bahwa ke tiga puluh koin pecahan Rp 25 yang dipakai untuk bertanding tidak boleh diperjual belikan. Koin itu dijadikan sebagai aset tetap  di setiap pertandingan, pun pemainnya bisa bertambah atau berkurang. Siapapun boleh ikut bermain tanpa harus mengumpulkan lagi koin. Sungguh suatu hasil musyawarah yang sangat bijaksana, sehingga semua teman satu kampung maupun yang bukan dapat ikut bermain berbagi bahagia bersama-sama.
Setelah itu, Bakwan  kemul nek Kalsum menjadi jajanan andalan kami disaat perut kian gencar berdemontrasi minta diisi. Kata kemul  diadopsi dari bahasa Gayo, yang artinya genggam. Karena bakwan ini dicetak sebesar genggaman tangan nek Kalsum yang montok, Kemudian di celupkan langsung kedalam belanga. Maka terciptalah trend Bakwan Kemul yang  sangat terkenal seantreo kampung Hakim Bale Bujang  kala itu. Nek Kalsum sangat mengerti akan selera kami, sengaja ia menyisihkan adonan colet yang sedikit campuran cabenya agar pas dengan lidah kecil kami yang masih peka pada rasa pedas.
Setamat SMA kami berlima  berpisah. Aku melanjutkan sekolah menengah Atas di  Jakarta. Menemani abangku yang saat itu tengah kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri ternama di Ibu Kota. Junaidi dan Iwan melanjutkan sekolah di Madrasa Aliyah Negeri sesuai harapan mereka, sedangkan Wen dan Ucak sama-sama masih duduk di kelas 3 SMP. Kabar terakhir yang kudengar, Junaidi telah menjadi guru di sebuah SMA di daerah pedalaman kampung Bintang dan dikaruniai seorang putra. Iwan menjadi seorang anggota Polri yang kini tengah bertugas di Aceh Tamiang, Wen menjadi toke kopi di Kabupaten tetangga, dan hanya Ucaklah yang masih menetap di kampung kami menemani orang tuanya.
Kepulanganku kali ini membuat hatiku miris, sedih dan kalut bercampur aduk bak adonan kue. Melihat danau tempat kami bermain semasa kecil dulu tak lagi ada. Kini danau yang jernih dan biru itu telah ‘didandani’  menjadi waduk besar yang akan di bangun PLTA yang kontruksinya di buat oleh orang Jepang. Jembatan megah, yang dulunya menjadi kebanggaan warga kampung Bale kini terlihat kian ringkih. Parasnya terlihat lebih tua dibandingkan umurnya sebenarnya karena tak adanya perawatan. Kini, kenyataan yang kutemui adalah besi-besi penyangga tubuhnya yang telah rapuh  itu pun satu persatu telah hilang. Sehingga membuatnya semakin kian menghawatirkan.
“Aku sungguh rindu suasana  dibawah jembatan Bale , akankah masih dapat kupandang Danau Laut Tawar yang masih tersisa di tengah sana jika aku kembali sepuluh atau dua  puluh tahun lagi?” Bathinku.”ah” mungkin masyarakat Gayo sekarang , masih belum mengerti akan peninggalan warisan untuk anak cucu yang sering tertulis di pinggir Danau. Sejatinya, perihal warisan bukanlah masalah rupiah semata. Tapi, Danau indah yang menjadi anugerah terindah bagi masyarakat Gayo ini, sepantasnya adalah warisan alam yang harus di jaga dan dilestarikan agar juga dapat dinikmati anak cucu ketika kita telah tiada nanti. “Ah, entahlah” pikirku. Kualihkan pandanganku pada segerombolan anak kecil yang bermain air di tepian danau yang kian mendakal. Mereka tampak bergembira bermain bersama. Tapi dapat kupastikan mereka akan lebih bergembira lagi bermain jika  keadaan Danau Laut Tawar masih seindah saat kutinggalkan lima belas tahun yang lalu.

Cerpen Kata Hati

Abdul mengamati semua orang yang berlalu lalu di pasar Pagi dengan peluh berurai.  Matahari telah berdiri gagah tepat di ubun-ubun kepalanya. Kegelisahannya kian membuncah.  Abdul telah berada di pasar ini sedari Shubuh tadi, sebelum adzan  shubuh belum lagi berkumandang  dari  meunasah di seberang rumahnya.
Matahari kian meninggi, menambah legam kulitnya yang hitam. Wajah Abdul tampak diselimuti lelah. Setengah hari sudah Abdul menawarkan jasa becak kepada siapa saja yang lewat menenteng belanjaaan dari pasar. Abdul berharap  jika ada diantara ibu-ibu yang telah selesai berbelanja itu sudi menumpangi becaknya.
Angin berhembus, menggulung debu di ujung jalan pasar. Abdul berperang dengan pikirannya. Hendak berkeliling kota mencari penumpang yang mungkin saja ada di tepi jalan tak memungkinkan, mengingat minyak di tangki Honda Astrea Grand becaknya sudah dalam level kritis, tetap menanti di tepi pasar ini sama saja seperti menanti dalam ketidakpastian.
Abdul berhutang janji pada  Aisyah. Putri kecilnya. Dikarenakan ia mendapat juara I. Abdul harus menunai janji untuk membelikan sebuah hadiah untuknya. Awalnya, kekata itu sekadar saja terucap. Abdul mengira, tak mugkinlah Aisyah, akan beroleh juara karena saban hari selepas pulang sekolah Aisyah harus membantu emaknya membuat kue untuk dititipkan di warung bu Mini.
Tapi siapa menyangka bila kekata Abdul menjadi stimulan bagi Aisyah, Laksana mentari  yang bersinar setelah cakrawala menurunkan hujan.  Aisyah lebih bergiat lagi belajar. Bila telah tunai ia membantu emaknya maka dengan segera Aisyah kembali ke kamarnya, berkutat dengan kitab dan buku.   Saban malam, disaat orang telah terbuai mimpi , Aisyah belajar dengan giat.  Walau diterangi temaram lampu 15 watt, sedikitpun tak turut mengurangi retina kecilnya untuk focus berkutat pada aksara.
Hingga, kerja keras Aisyah akhirnya berbuah manis. Angka 1 pada kolom peringkat kelas tertulis rapi  di rapor yang diberikannya pada Abdul  kemaren sore, menjadi bukti akurat Abdul untuk bersegera menunaikan janji itu. Aisyah tak meminta dibelikan bebrapa geram emas perhiasan, atau mainan mahal  sebagai hadiah. Aisyah hanya meminta dibelikan sepasang mukena untuk pergi mengaji dengan Ustad Sayuti, menggantikan mukenanya yang telah berubah biru dikarenakan Siti, istriku, telah khilaf  mencapurkan mukenanya dengan pakaian yang luntur.
“Bruk…” seorang wanita muda yang tampak tengah tergesa-gesa menubruk Abdulah yang sedari tadi berdiri disamping becaknya.
“Ups, maaf pak,saya tak sengaja” wanita  muda itu menerangkan sambil berlalu pergi.
Tak lama kemudian, mata sipit Abdul terpaku melihat  dompet hitam terletak miring tepat disamping pedal ban becaknya. Diedarkannya mata keseliling, mencari tauadakah orang lain yang melihat beda hitam itu selain dia. Diambilnya dompet itu dan  dengan ragu Abdul membukanya. Abdul masih ingat benar, rupa wajah wanita di foto yang tertempel  dompet itu, persis dengan wanita yang tadi menabrak tubuhnya lalu bergegas pergi.  Puluhan lembar uang pecahan beragam warna tersusun rapi di dompet  yang kini dalam genggamannya  itu. Mulai dari lembar ribuan, puluh ribuan dan ratus ribuan.
 “Rejeki nomplok Abdul, ayo ambil saja uang itu, dan belikan Aisyah mukena. Rayuan sebelah  kiri mengiang-ngiang di telinganya.
 “Jangan Adul, Ingat!!! Itu bukan milikmu, jangan lah kamu memberikan hadiah dari uang yang tidak halal untuk anakmu. Kembalikan saja kepada pemiliknya” Suara bilik hati sebelah kanan  ikut pula menimpali.
Abdul kian ragu, sekelebat pertikaian antara bilik kiri dan bilik kanan pemikirannya  terus saja beradu pendapat masing-masing.  Membuatnya  kian sulit mengambil keputusan. Jika dia mengikuti kata bilik kiri, tentu saja risau yang melanda nya sedari shubuh tadi akan segera usai. Karena dengan mudah Abdul dapat membelikan hadiah  untuk anaknya dengan uang yang ada dalam dompet itu.Bahkan sisanya bisa dibawa pulang . Tapi, jika Abdul perbuat hal itu, ia pasti akan merasa menyesal tak kepalang. Takut jika malaikat Atid, sang pencatat amalan buruk akan mencatat kesalahannya dan membuat Tuhan murka padanya, ditambah lagi perempuan pemilik dompet ini pastinya akan merasa panik karena kehilangan banyak kartu – kartu penting  yang ikut tertata rapi di antara lembar ribuan rupiah di dompet itu.
***
“Tok…tok…Assalamualaikum”
“Waalaikum salam” jawab seorang perempuan dari dalam rumah bercat hijau itu.
“Mencari siapa ya pak?” Tampak wanita yang menubruknya pagi tadi membukakan pintu
“Apa benar ini rumah ibu Vita?”
“Ya, Saya sendiri, ada apa ya pak?”
“Saya hendak mengembalikan dompet ibu yang terjatuh saat ibu berbelanja di pasar tadi pagi.

Hari hampir sore, mataharipun  perlahan berotasi  arah timur.  Dengan senyuman khas seorang yang lagi dirundung bahagia Abdul melangkah pulang. Sesaat setelah Abdullah mengembalikan dompet hitam itu, wanita muda itu segera menyerukan hamdalah mengucap syukur serta mempersilakhan Abdul masuk,  menghidangkan minuman , dan bercerita perihal kejadian pagi tadi. Dan,disaat Abdul hendak beranjak pulang, wanita itu menyelipkan dua lembar uang  berwarna biru di kantongnya. Seketikan Abdul menolak, niat hati Abdul mengembalikan  dompet itu iklhasLillahitaala. Namun, wanita itu berikeras menyelipkannya di saku kemejanya yang memang tengah terperangah.
Malam itu,  Aisyah tampak begitu cantik mengenakan mukena putih yang dibelikan Abdul di toko wak Parmin tempat becaknya biasa mangkal.  Tunailah sudah janjinya untuk meberikan hadiah mukena untuk puterinya. Di dalam hati Abdul tak lupa berucap hamdallah. Bersyukur karena telah dapat menunai janji pada Aisyah dan juga bersyukur karena malaikat Atid tak perlu mencatat dosanya apabila siang tadi Abdul lebih mendengarkan suara dari bilik kiri hatinya.